-
Discover
-
Spotlight
- Explore People
Ekpresi Maluku 2025
PIRU/SBB,EKSPRESSIMALUKU, – Selama ini dikenal dengan jembatan panjang dan penginapan terapung yang menawan, Pulau Osi di Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Provinsi Maluku, ternyata menyimpan potensi besar bukan hanya di sektor pariwisata, tetapi juga di sektor perikanan.
Pulau yang merupakan bagian dari petuanan Desa Etty ini memiliki kekayaan laut yang melimpah. Berbagai jenis hasil laut seperti ikan karang (demersal), teripang, rumput laut, siput, hingga kerang banyak ditemukan di sekitar perairan Pulau Osi dan Pulau Marsegu.
Menurut Semy, salah satu warga Pulau Osi yang ditemui Ekspressimaluku pada Minggu, (19/10/2025), menjelaskan bahwa, sebagian besar nelayan setempat menangkap ikan demersal yang hidup di sekitar terumbu karang, seperti ikan batu-batu, dan bukan jenis pelagis yang hidup di perairan lepas.
“Ikan hasil tangkapan biasanya dikonsumsi sendiri, dijual ke Ambon, bahkan ada yang diekspor. Kerapu adalah komoditas yang paling banyak dicari,” ungkapnya.
Jenis-jenis kerapu yang berhasil ditangkap pun cukup beragam, antara lain kerapu kepala singa, kerapu macan, kerapu mulut tikus, kerapu gunting, kerapu napoleon, hingga kerapu merah atau sunuk.
Jika hasil tangkapan melimpah, para nelayan melakukan pengolahan dengan cara pengasinan atau pengasapan. Untuk pengasapan, ikan jenis sarden biasanya diasap menggunakan tatakan bambu yang disebut “waya”, dengan kapasitas 7–8 ekor per tatakan.
Menariknya, kegiatan pengolahan hasil laut ini juga melibatkan para ibu rumah tangga. Mama Rina, salah satu warga, menuturkan bahwa para ibu punya peran penting di balik keberhasilan ekonomi rumah tangga nelayan.
“Kalau suami pulang melaut bawa ikan banyak, kami para ibu langsung bantu bersihkan, lalu dijadikan ikan asin atau diasap. Itu sudah jadi rutinitas kami di sini,” katanya.
Tak hanya membantu mengolah ikan, para perempuan di Pulau Osi juga turut membudidayakan rumput laut. Mama Leni, ibu dua anak yang aktif di bidang ini mengatakan, rumput laut dipanen setiap 30–40 hari dan kemudian dijual ke pengepul dari Ambon.
“Kami yang turun ke laut untuk panen rumput laut, jemur di panas matahari, lalu dikemas. Hasilnya bisa bantu kebutuhan rumah tangga,” ujarnya.
Meski memiliki potensi besar, warga Pulau Osi mengaku masih menghadapi kendala dalam pengembangan industri pengolahan hasil laut. Hingga saat ini, belum ada perusahaan lokal yang secara khusus menampung atau mengolah hasil laut seperti rumput laut dan ikan asin dalam skala industri.
Para ibu pun berharap ada dukungan dari pemerintah daerah atau investor swasta untuk membuka pelatihan serta menyediakan alat-alat pengolahan yang lebih modern.
“Kalau bisa ada pelatihan buat ibu-ibu supaya kita bisa olah ikan jadi abon atau kerupuk ikan. Supaya ada tambahan penghasilan juga,” harap Mama Rina.
Dengan keindahan alam dan potensi laut yang luar biasa, Pulau Osi sejatinya bisa menjadi kawasan terpadu antara wisata bahari dan industri perikanan rakyat yang berkelanjutan.(Memet).